Judul ini plesetan dari salah satu judul drama anak Sastra Indonesia yang dipertunjukan pada tahun 2015 silam—judul drama kala itu adalah Prawara Sandirwara. Saya terinspirasi dengan penggunaan rima yang memberikan kesan khusus ketika dibaca. For your information, menonton pertunjukan drama tersebut semakin menarik, karena beberapa pemainnya adalah jejeran sahabat terbaik saya.
Disajikan berbagai genres dalam semalam. Dari terharu, merinding, histeris hingga tertawa terbahak-bahak telah mewarnai malam kala itu. Saya beruntung mengabadikan beberapa moment tersebut dalam bentuk video, sehingga ketika rindu, saya tinggal putar videonya kembali.
Well, let’s get to the point!
Prahara Sandiwara! Dua kata tersebut tampaknya cukup menyajikan rangkuman atas apa yang akan saya tulis kali ini. Prahara berarti angin ribut yang dahsyat dan sandiwara bisa diartikan berpura-pura. Jadi, dalam kacamata penalaran dan maksud, saya ingin menyampaikan tentang bagian dari prahara kehidupan yang sedang saya alami dalam bentuk catatan seperti ini. Seperti halnya angin ribut yang memporak-porandakan sekitar, dalam fase kehidupan sedang tidak baik-baik saja ini–-maybe it simply calls as a quarter life crisis (to be honest, Idk it’ll relate it or not)—tampaknya menjadi kuat (READ: harus kuat) adalah hal yang mutlak, tidak terelakan. Entah siap atau tidak, entah mau atau tidak, kita harus menjalani semuanya dengan penuh konsekuensi. Mungkin hati dan sanubari tidak kuasa, namun raga dan tenaga harus menerjemahkannya menjadi kuasa. (I HOPE YOU GET WHAT I MEAN!)
Bertolak kepada apa yang saya alami akhir-akhir ini, ternyata sudah begitu banyak perubahan dalam diri. Jika kembali ke lima tahun silam, saya hanya anak SMA yang sedang menikmati sekolah dengan penuh ambisi pada nilai dan angan-angan perguruan tinggi. Lima tahun sebelumnya lagi, saya hanya anak SMP yang lugu dan baru belajar kebebasan dalam dunia baru. Jika mundur lagi ke sepuluh tahun sebelumnya, saya adalah balita mungil yang tidak bisa diam, jail dan pemberani. Too many differences, I thought! I’ve been passing this path with new stuff around. To be honest, that process is not that simple for me.
Pernah kah kalian merasakan rindu yang begitu mendalam terhadap sebuah hal, sampai di titik di mana kalian menyerah dan menumpahkan banyak air mata hanya karenanya? Tampaknya itu yang sedang saya alami sekarang, betapa rindu tersebut menggerus logika berfikir saya. Entah akan menjadi apa catatan ini, ketika saya menulis dalam keadaan seperti ini.
Saya merindukan semua aspek dalam kehidupan yang pernah terjadi dalam lingkup yang beragam. Semua cerita yang pernah saya ukir bersama orang-orang yang pernah–atau masih–saya kenal. Saya menangis karena rindu yang tidak jelas objeknya. Poor myself!
Apa yang di luar tampak baik-baik saja, sepertinya tidak sesederhana itu. Semua orang pasti mengalami praharanya masing-masing. Mungkin pula bersandiwara dalam prahara kehidupan yang rumit dan—seolah—-tidak adil tersebut. Hidup memang penuh teka-teki. Kata Nike Ardila, dunia ini adalah panggung sandiwara.
Terkadang saya berfikir, ketika kalian hidup tanpa privilege di Indonesia, banyak hal menjadi tidak nyaman dilalui. Karena masih ada saja orang yang hobby-nya menyibukan diri dengan mengikutcampuri ranah pribadi orang lain dengan dalih kepedulian. To be honest, I feel uncomfortable when you get involved—-what I said—-my business. I know some of your curiosity is careless, man! The only thing you have to care more is about commending every people’s business without involving it.
Ini yang sering saya resahkan, sudah berapa kali saya ditanya kapan menikah, dan sudah berapa orang menanyakan apakah saya daftar PNS atau tidak. Jadi begini kawan, bukan saya tidak suka ditanya begitu, cuman jika yang menanya adalah orang yang tidak dalam lingkaran satu saya. Rasanya tidak ikhlas untuk menjawab.
Sejujurnya, saya merasa tidak nyaman saja untuk menjawab hal-hal privasi seperti pertanyaan-pertanyaan bagaimana asal-usul, orangtua, agama, pendidikan, menikah, pekerjaan, dll kepada orang yang tidak perlu banyak tahu. Karena menurut beberapa orang, privasi di atas segalanya, tidak perlu diganggu gugat, hanya perlu dihargai.
Baiklah, tulisan ini menjadi penuh dengan sambatan! Sedari awal saya sudah curiga tulisan ini akan tidak jelas seperti ini. Namun meskipun berantakan, tak apa, selagi diri ini tetap konsisten menjalankan peranan meskipun jalan ceritanya mudah berubah. Membingungkan. Pelik. Sekaligus penuh warna-warni mulai dari bersabar, menangis, tersenyum kecut dengan menelan ludah dalam-dalam. Mereguk dari perkataan Jalaludin Rumi:
Saat kau lewati masa sulit. Saat kau pikir tak bisa lanjut. Semenit lagi pun, jangan menyerah. Ini justru saatnya keadaan akan membalik.
…
Di usia dewasa muda seperti saya, tampaknya tidak asing lagi dengan menanyakan apa yang sebenarnya menjadi maksud dari kehidupan ini. Meskipun masih dalam pencarian jawab, pada akhirnya saya yakin, ketika dihadapkan pasa sebuah pertanyaan—bahkan untuk sebuah pertanyaan yang rumit sekalipun—kita hanya perlu kembali pada hal-hal yang paling fundamental dalam kehidupan. Paling mendasar. Perjelasan bahwa semua hal dapat dijawab dengan sederhana. Saya percaya itu, terlebih ketika kita adalah manusia yang percaya keesaan Tuhan dan alur cerita menarikNya.
Semoga hari kalian menyenangkan, ketika ingin menangis atau sedang bersedih, merengkuhlah dengan apa dan siapa pun yang tepat.
For myself, my hopeless longing is just for me, pretending that I’m fine to all stuff is the best way.
Last but not least, let me present this poem for my future me. One day, when God let me to read this in my old days, I want myself to recognise that I’d would have passed them. Passed the whole journeys well.
semakin menua bersamaan dengan fisik pada diri,
Di saat prahara tersebut akhirnya memadam.
Di mana sandiwara diwajarkan sebagai bagian dari kisah besar,
Di saat diri ini pada akhirnya menerima semua dengan lapang dada,
Ketika mimpi hanya berakhir menjadi mimpi semata,
Ketika idealis menjadi pragmatis dengan dalih logis,
Dan seandainya pun dunia tidak pernah mengenal siapa diri ini,
Dan meskipun kelak akan terlupakan, tergerus regenerasi manusia.
Setidaknya saya pernah menjadi berarti untuk segelintir manusia yang akan selalu saya sayangi, seperti apa kata Sandy Sandoro dalam lagunya, namun satu yang perlu engkau tahu, api cintaku tak pernah padam.
Selamat hari libur. Selamat merayakan hari Natal bagi kawan-kawan yang merayakan. Have a wonderful day!