Kuikat erat tali-temali sepatuku,
Mengikatnya dengan penuh pengharapan baru,
“Sebentar lagi,” gumamku.
Berdiri tegak,
Jari-jemariku mulai gemetar,
Bersiap untuk sebuah kompetisi lari
Yang entah bagaimana bisa ku ikuti!
Sorak sorai para pemerhati memberikan sumbangsihnya,
Bukan semangat, bukan gairah,
Namun membawa suasana hampa datang kembali,
Mataku menatap nanar sekitar,
Menelan ludah berkali-kali,
Mencoba membangun kepercayaan diri,
Aku bersiap.
Menunggu peluit perlombaan ditiup,
Lama sekali..
Keringat dingin dan ingin muntah rasanya,
Beberapa saat kemudian peluit itu ditiup,
Semua berlari, aku bergerak mengikuti.
Namun di tengah perlomba aku tertegun,
Ada suara hati yang mematikan lajuku,
Kakiku berhenti begitu saja.
Tanpa tersandung, tanpa hambatan apa pun.
Berdiri kaku, terdiam dalam ingatan yang sekilas membekukan segalanya.
Tersentak membuat para pelari di belakang menabrak punggungku,
Mereka menggumam, tanpa empati.
Aku tetap terdiam.
Pelari lainnya mulai terlihat semakin jauh dan jauh.
Tanpa terasa, air mataku merebak menatap kosong punggung para pelari lainnya,
“Sebenarnya perlombaan macam apa yang sedang aku ikuti ini?”
Sampai kapan ini akan semakin terasa “bertentangan” seperti ini?
——————————————————————————————————————
Agustus, 2020
Saya selalu membebaskan pembaca untuk mengira-ngira, mungkin iya atau mungkin juga tidak 🙂